A. Pengertian
Kesehatan Bank
Kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan
operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya
dengan baik dan sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Kegiatan
tersebut antara lain:
1.
Kemampuan menghimpun dana
2.
Kemampuan mengelola dana
3.
Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat
4.
Kemampuan memenuhi kewajiban kepada pihak lain
5.
Pemenuhan peraturan yang berlaku
B. Aturan Kesehatan Bank
Berdasarkan undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
perubahan atas Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan, pembinaan dan
pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia. Undang-undang tersebut lebih
lanjut menetapkan bahwa :
1. Bank wajib memelihara tingkat
kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset,
kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas dan aspek lain yang
berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan
prinsip kehati-hatian.
2. Dalam memberikan kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya,
bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah
yang memercayakan dananya kepada bank.
3. Bank wajib menyampaikan kepada Bank
Indonesia, segala keterangan, dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata
cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4. Bank atas permintaan Bank Indonesia,
wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas yang ada
padanya, serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh
kebeneran dari segala keterangan, dokumen,dan penjelasan yang dilaporkan oleh
bank yang bersangkutan.
5. Bank Indonesia melakukan pemeriksaan
terhadap banj, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan. Bank
Indonesia dapat menugaskan akuntan public untuk dan atas nama Bank Indonesia
melaksanakan pemeriksaan terhadap bank.
6. Bank wajib menyanpaikan kepada Bank
Indonesia neraca, perhitungan laba rugi tahunan dan penjelasannya, serta
laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia. Neraca dan perhitungan laba rugi tahunan tersebut waib terlebih
dahulu diaudit oleh akuntan publik.
7. Bank wajib mengumumkan neraca dan
perhitungan laba rugi dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
Menyadari arti pentingnya kesehatan suatu bank bagi pembentukan
kepercayaan dalam dunia perbankan serta untuk melaksanakan prinsip
kehati-hatian ( prudential banking ) dalam dunia perbankan, maka Bank
Indonesia merasa perlu untuk menerapkan aturan tentang kesehatan bank.
Dengan adanya aturan tentang kesehatan bank ini, perbankan diharapkan
selalu dalam kondisi sehat, sehingga tidak akan merugikan masyarakat yang
berhubungan dengan perbankan.
C. Pelanggaran aturan kesehatan bank
Apabila terdapat penyimpangan terhadap aturan tentang
kesehatan bank, Bank Indonesia dapat mengambil tindakan-tindakan tertentu
dengan tujuan agar bank yang bersangkutan menjadi sehat dan tidak membahayakan
kinerja perbankan secara umum. Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dalam hal
suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, Bank
Indonesia dapat melakukan tindakan agar :
a. Pemegang saham menambah modal.
b. Pemegang saham mengganti dewan
komisaris dan atau direksi bank.
c. Bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank
lain.
d. Bank dijual kepada pembeli yang
bersedia mengambil alis seluruh kewajiban.
e. Bank menyerahkan pengelolaan seluruh
atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain.
f. Bank menjual sebagian atau seluruh
harta dan atau kewajiban bank kepada bank atau pihak lain.
D.
Tujuan penerapan kerahasiaan bank
Dasar dari kegiatan perbankan adalah kepercayaan.
Tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat terhadap perbankan dan juga sebaliknya,
maka kegiatan perbankan tidak akan berjalan dengan baik. Salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi kadar kepercayaan masyarakat kepada bank adalah terjamin
atau tidaknya rahasia nasabah yang ada di bank. Data nasabah yang ada di bank,
baik data keuangan maupun non keuangan, seringkali merupakan suatu data yang
tidak ingin diketahui oleh orang atau pihak lain. Jumlah kekayaan yang
tersimpan dibank bagi nasabah tertentu merupakan suatu yang perlu dirahasiakan
dari orang lain. Biodata bagi nasabah tertentu merupakan data yang harus
dirahasiakan. Sebagian nasabah juga sangat menginginkan agar pinjaman dari bank
tidak diketahui oleh orang lain. Bila kerahasian data nasabah tidak dapat
dijamin oleh bank, maka nasabah akan merasa enggan untuk berhubungan dengan
bank. Dalam usaha untuk mewujudkan terjaminnya rahasia tertentu dari nasabah
yang berada di bank, maka ketentuan tentang rahasia bank dicantumkan dalam
Undang-undang perbankan.
E.
Dasar Hukum
UU
No 7 tahun 1992 tantang perbankan telah mencantumkan aturan tentang rahasia
Bank dalam Bab 1 Pasal 1 butir 16 dan Bab VII Pasal 40,41,42,43,44,45 dan Bab
VIII Pasal 47. Aturan mengenai rahasia bank ini kemudian dirubah seperti
dicantum dalam UU No 10 th 1998.
Dalam
UU No 7 th 1992 yang dimaksud Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut
kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan.
Perkembangan
dunia perbankan sejak ditetapkan UU No 7 th 1992 sampai tahun 1998 menunjukkan
bahwa bank seringkali mengalami kesulitan untuk menyelesaikan kredit bermasalah
karena terbentur pengertian rahasia bank. Berdasarkan itu, maka UU No 10 tahun
1998 mengubah pengertian rahasia Bank dalam pasal 1 butir I menjadi “segala
sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan
simpanannya”.
UU
ini membatasi rahasia bank hanya pada data nasabah deposan atau penyimpanan
dana. Perubahan ini membawa 2 macam konsekuensi. Pertama, menyebabkan
peningkatan posisi bank dalam berhubungan dengan debitornya, karena data
nasabah peminjam dana tidak termasuk dalam pengertian bank. Manfaat ini akan
sangat dirasakan oleh bank terutama untuk menyelesaikan kredit yang bermasalah.
Kedua, perubahan ini akan menurunkan motivasi calon debitur untuk memperoleh bantuan
dana pinjaman dari bank, karena kerahasiaan datanya tidak termasuk dalam
pengertian rahasia bank. Disamping kedua konsekuensi tersebut masih ada satu
permasalahan yang muncul pada saat penentuan suatu data termasuk rahasia bank
atau bukan rahasia bank. Masalah tersebut sebenarnya sudah berusaha
diantisipasi melalui penjelasan pasal 40 UU No 40 th 1998 mengenai “Apabila
nasabah bank adalah penyimpan yang sekaligus juga sebagai nasabah debitur, bank
wajib tetap merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai
nasabah peminjam. Keterangan nasabah selain sebagai nasabah peminjam, bukan
merupakan keterangan yang wajib dirahsiakan bank”
Rahasia
bank yang diatur dalam UU No 7 th 1992 dan UU No 10 th 1998 secara rinci
dijelaskan:
a.
Rahasia
bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan nasabah penyimpan
dan simpanannya.
b. Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah
dan simpanannya.
c. Ketentuan tersebut berlaku pula bagi pihak terfiliasi.
d. Pihak terfiliasi adalah:
1. Anggota dewan Komisaris, pengawas, direksi, atau
kuasanya, pejabat atau karyawan bank
2. Anggota dewan Komisaris, pengawas, direksi, atau
kuasanya, pejabat atau karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum
koperasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain
akuntan publik, penilaian, konsultan hukum dan konsultan lainnya.
4. Pihak yang menurut penilaian BI turut mempengaruhi
pengelolaan Bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga
komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, keluarga pengurus.
Dasar Hukum
ketentuan rahasia bank di Indonesia, mula-mula adalah Undang-undang no.7 tahun
1992 tentang Perbankan, tetapi kemudian diubah dengan Undang-undang no.10/1998.
Sesuai pasal 1 ayat 28 Undang-undang no.10/1998, berbunyi sebagai berikut:
Rahasia Bank
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah
Penyimpan dan Simpanannya.
F.
Pengecualian terhadap rahasia bank
Dalam situasi atau keadaan tertentu sesuai dengan
Undang undang, data nasabah di bank dapat saja tidak harus dirahasiakan lagi.
Pengecualian terhadap rahasia bank tersebut meliputi :
a.
Kepentingan perpajakan
Pimpinan bank Indonesia atas permintaan menteri
keungan berwenag mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan
keterangan dan memperlihatkan bukti bukti tertulis serta surat surat mengenai
keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. Printah
tertulis tersebut harus menyebutkan nama pejabat paajk dan nama nasabah wajib
pajak yang dikehendaki keterangannya, dan pihak bank wajib memberikan
keterangan keterangan yang diminta.
b.
Penyelesaian piutang bank yang diserahkan ke BUPLN
atau PUPN
Pimpinan bank Indonesia memberikan ijin kepada pejabat
Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara atau Panitia Urusan Piutang Negara untk
memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitor, dan pihak
bank wajib memerikan keterangan yang diminta. Ijin sebagaimana dimaksud
diatas diberikan secara tertulis atas permintan tertulis dari Kepala Badan
Urusan Piutang dan Lelang Negara atau Ketua Panitia Urusan Piutang Negara.
Permintaan tertulis tersebut diatas harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat
Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara atau Panitia Urusan Piutang Negara, nama
nasabah debitor bersangkutan dan alasan diperlukannya keterangan.
c.
Kepentingan peradilan dalam perkara pidana
Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada
polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai
simpanan tersangka atau terdakwa pada bank, dan pihak bank wajib memberikan
keterangan yang diminta. Izin sebagaiman dimaksud diatas diberikan secara
tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia,
Jaksa Agung, atau Ketua Makamah Agung. Pemberian izin oleh bank Indonesia
harus dilakukan selambat-lambatnya 14 hari setelah dokumen permintaan diterima
secara lengkap. Permintaan tertulis tersebut harus menyebutkan nama dan jabatan
polisi, jaksa, hakim, nama tersangka atau terdakwa, serta alasan diperlukannya
keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang
diperlukan.
d.
Perkara perdata antara bank dan nasabahnya
Direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan
kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan
keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut. Dalam
situasi ini bank dapat menginformasikan keadaan keuangan nasabah yang dalam
perkara serta keterangan yang berkaitan dengan perkara tersebut, tanpa izin
dari Pimpinan Bank Indonesia.
e.
Tukar menukar informasi antar bank
Direksi bank dapat memberitaukan keadaan keuangan
nasabah kepada bank lain. Tukar-menukar informasi antar bank dimaksudkan untuk
memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah
kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari bank lain. Dengan
demikian bank dapat menilai tingkat resiko yang dihadapi, sebelum melakukan
transaksi dengan nasabah atau dengan bank lain. Dalam
ketentuan yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia antara lain diatur
mengenai tata cara penyampaian dan permintaan informasi serta bentuk dan jenis
informasi tertentu yang dapat dipertukarkan, seperti indikator secara garis
besar dari kredit yang diterima nasabah, agunan, dan masuknya debitor yang
bersangkutan dalam daftar kredit macet. Ketentuan mengenai tukar menukar
informasi tersebut diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia.
f.
Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah
penyimpan yang dibuat secara tertulis bank wajib memberikan keterangan
mengenai simpanan nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak
yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut atas dasar permintaan,
persetujan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis.
g.
Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal
Apabila nasabah penyimpan telah meninggal dunia, maka
ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh
keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut.
G.
Sanksi atas pelanggaran aturan rahasia bank
Bagi pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang
diberikan oleh bank, mereka berhak untuk mengetahui ini keterangan tersebut dan
meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang diberikan.
Pelanggaran terhadap berbagai aturan yang berlaku, termasuk kerahasiaan bank,
maka akan dikenakan sanksi tertentu sesuai dengan yang tercantum dalam
undang-undang No 10 Tahun 1998.
Pembukaan rahasia bank yang tidak mengacu kepada
ketentuan dari BI berdasarkan pasal 51 ayat 1 Undang-undang tentang perbankan,
maka perbuatan tersebut dianggap sebagai kejahatan, dan diancam dengan
ketentuan pidana dan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam pasal 47 dan
pasal 47A jo. Pasal 52 yaitu sebagai berikut :
1.
Sanksi Pidana
1.
Di dalam pembukaan rahasia bank untuk kepentingan
peradilan dalam perkara pidana, tanpa membawa perintah atau izin tertulis dari
pimpinan bank indonesia, dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi
untuk memberikan keterangan, diancam dengan pidana sekurang-kurangnya 2 tahun
dan paling lama 4 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.10.000.000.000 dan
paling banyak Rp.2.000.000.000.
2.
Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau
pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja membuka rahasia bank di mana
tidak melalui prosedur, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2
tahun dan paling lama 4 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000
dan paling banyak Rp. 8.000.000.000.
3.
Anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank
yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan atau membuka rahasia bank di
mana telah ditempuh prosedur, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya
2 tahun dan paling lama 7 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.
4.000.000.000 dan paling banyak Rp. 15.000.000.000.
2.
Sanksi Administratif
Bahwa selain ketiga sanksi pidana tersebut, untuk
setiap sanksi pidana, pihak pimpinan Bank Indonesia selain dapat mencabut izin
usaha bank yang bersangkutan, Bank indonesia dapat menetapkan atau menambah
sanksi administratif sebagai berikut :
1.
Denda Uang
2.
Teguran tertulis
3.
Penurunan tingkat kesehatan bank
4.
Larangan turut serta dalam kegiatan kliring
5.
Pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor
cabang tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan
6.
Pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk
dan mengangkat pengganti sementara sampai rapat umum pemegang saham atau rapat
anggota koperasi
mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan
Bank Indonesia
7.
Pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang
sahamdalam daftar orang tercela dibidang perbankan
Sumber:
Budisantoso,
Totok dan Sigit Triandaru.2006.Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya,Edisi
2.jakarta:Salemba Empat.
Kasmir, 2001,
Bank dan lembaga keuangan lainnya, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
http://www.unjabisnis.net/rahasia-bank-dan-sanksi-sanksi-adminisratif-pelanggaran-bank.html
0 komentar:
Posting Komentar