ANTIMONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Di
Indonesia saat ini memang banyak sekali melakukan tindak merugikan bagi
konsumennya. Dalam pasar di Indonesia banyak penjual yang melakukan kecurangan
dalam berjualan demi mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Disinilah persaingan
usaha tidak sehat dengan cara merugikan konsumennya. Sayangnya, perangkat hukum
yang ada di Indonesia belum mampu membendung masalah yang terjadi di Indonesia.
Disini
saya akan membahas tentang antimonopoly dan persaingan usaha tidak sehat.
A. Pengertian antimonopoli dan persaingan usaha
tidak sehat
Apasih antimonopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat? Kita
akan bahas disini. Monopoli murni adalah bentuk organisasi pasar dimana
terdapat perusahaan tunggal yang menjual komoditi yang tidak mempunyai
subtitusi sempurna. Jadi perusahaan itu sekaligus merupakan industri dan
menghadapi kurva permintaan industri yang memiliki kemiringan negatif untuk
komoditi itu. Namun monopoli telah diatur dan kasus monopoli telah jarang
ditemui di masa lampau dan dilarang saat ini melalui undang-undang antitrust
Amerika Serikat. Meskipun begitu, model monopoli murni sering kali bermanfaat
dalam menjelaskan perilaku perusahaan tertentu yang mendekati kasus monopoli
murni, dan juga membrikan kita pengertian tentang operasi jenis pasar yang
bersaing tak sempurna lainnya. “ Antitrust ” untuk pengertian yang sepadan
dengan istilah “ anti monopoli ” atau istilah “ dominasi ” yang dipakai
masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli”
Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan
pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”,
“antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan
pemakaiannya.
Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu
keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak
tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku
pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa
mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran
pasar.
B. Pengertian praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
Menurut UU No. 5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah
pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan
dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu
sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikankepentingan umum.Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi
arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran
barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau
kelompok pelaku usaha ( pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ).
Sementara yang dimaksud dengan “ praktek monopoli ” adalah suatu pemusatan
kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan
dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu
sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat
merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat ( 2 ) Undang-Undang Anti
Monopoli. Karena hanya terdapat perusahaan tunggal yang menjual komoditi dan
tidak terdapat subtitusi sempurna untuk komoditi itu maka untuk masuk kedalam
industri itu sangat sulit atau tidak mungkin. Kita bisa mendapatkan pasar
monopoli sempurna jika kita mengasumsikan bahwa suatu perusahaan monopoli yang
mempunyai pengetahuan yang sempurna mengenai harga dan biaya sekarang bahkan
biaya dan harga dikemudian hari. Namun, perusahaan monopoli murni tidak mempunyai
kekuasaan pasar yang tidak terbatas, karena adanya tuntutan pemerintah dan
ancaman persaingan yang potensial, hal inilah yang menjadi penghambat kekuasaan
pasar monopoli itu.Kita dapat mengetahui
bagimana kondisi yang memungkinkan timbulnya monopoli.
Berikut penjelasannya :
1.
Perusahaan bisa menguasai seluruh penawaran bahan baku
yang diperlukan untuk memproduksi komoditii itu.Sebagai contoh, hingga perang
dunia II, Alcoa memiliki atau menguasai hampir setiap sumber bauksit ( bahan
baku yang penting untuk memproduksi alumunium ) di AS dan dengan mempunyai
monopoli penuh atau produksi aluminium di Amerika Serikat.
2.
Perusahaan bisa memiliki paten yang menghalangi
perusahaan lain untuk memproduksi komoditi yang sama. Sebagai contoh, ketika
kertas kaca pertama kali diperkenalkan, DuPont mempunyai kekuasaan monopoli
untuk produksinya berdasarkan hak paten.
3.
Monopoli bisa ditetapkan melalui pemrintah. Dalam hal
ini, perusahaan tesebut ditetapkan sebagai produsen dan penyalur tunggal barang
atau jasa tetapi tunduk pada pengendalian pemerintah dalam aspek-aspek tertentu
dari operasinya.
4.
Pada beberapa industri, hasil yang meningkat atas
sekala produksi bisa dijalankan pada berbagai rentang output yang cukup besar
agar hanya membiarkan satu perusahaan untuk memproduksi output ekuibrium
industri. Industri ini disebut “monopoli alamiah” dan biasa terdapat dalam
bidang kepentingan umum dan transportasi, dalam kasus ini yang biasa dilakukan
pemerintah adalah mengizinkan 1 pelaku monopoli itu beroperasi tetapi harus
tunduk pada pengendalian pemerintah. Misalnya saja, tarif listrik di kota New
York ditetapkan agar Con Edison mendapat “tingkat penghasilan yang normal (
misalnya 10% sampai 15% ) dari investasinya.
C. Peraturan monpoli
Peraturan
monopoli dengan pengendalian harga yaitu dengan menetapkan harga maksimum pada
tingkat dimana kurva SMC memotong kurva D, pemerintah dapat mendorong
perusahaan monopoli itu untuk meningkatkan output sampai tingkat yang harus
diproduksi industri jika diatur menurut batas persaingan sempurna. Peraturan
ini juga mengurangi keuntungan perlu monopoli itu.Peraturan lump-sum yaitu
dengan membebankan pajak lump-sum ( seperti pajak izin usaha ataupun pajak
keuntungan ), pemerintah dapat mengurangi atu bahkan menghilangkan keuntungan
perusahaan monopoli tanpa mengurangi harga komoditi atau output. Peraturan
monopoli dengan pajak per-unit yaitu pemerintah mengurangi keuntungan monopoli
dengan membebankan pajak per-unit. Akan tetapi dalam kasus ini perusahaan
monopoli dapat mengalihkan sebagian beban pajak per-unit kepada para konsumen,
dalam bentuk harga yang lebih tinggi dan output yang lebih kecil. Mengingatkan
kembali bahwa di Indonesia undang undang yang mengatur adalah UU no. 5 Tahun
1999 tentang praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau
lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran
atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak
sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Diatas sudah dijelaskan bagimana
monopoli itu.
D. Persaingan monopolistis
Sekarang kita bahas
sekilas mengenai persaingan monopolistis, yaitu merupakan organisasi pasar
dimana terdapat banyak perusahaan yang menjual komoditi yang hampir serupa
tetapi tidak sama. Sebagai contoh, banyaknya merek rokok yang tersedia (
misalnya Malboro, Djarum Super, A Mild, 234, dsb). Contoh lain, banyaknya sabun
deterjen yang berbeda-beda dipasar ( misalnya Rinso, Attack, Daia, dsb). Karena
adanya diferensial produk ini, penjual dapat mengendalikan harganya dan dengan
demikian menghadpai kurva kemiringan yang negatif. Akan tetapi adanya barang
subtitusi srupa banya sangat membatasi kekuatan monopoli para penjual dan
mengakibatkan kurva permintaan sangat elastis.
Persaingan
monopolistis umum terdapat disektor perdagangan eceran dan jasa dalam
perekonomiian kita. Beberapa contoh persaingan monopolistis adalah tempat
pemangkas rambut, pompa bensin, toko bahan pangan, toko minuman keras, toko
obat dan sebagainya yang terletak sangat berdekatan satu sama lain. Unsur
persaingan berasal dari kenyetaan bahwa pasar yang bersaing secara monopolistis
( sebagaimana halnya dalam industri bersaing sempurna ), terdapat begitu banyak
perusahaan yang aktivitasnya masing-masing tidak mempunyai pengaruh yang jelas
terhadap perusahaan lain dalam pasar itu. Selanjutnya perusahaan dapat memasuki
atau meninggalkan pasar tanpa banya kesulitan dlam jangka panjang. Unsur
monopolistik tercipta karena begitu banya perusahaan yang berada dipasar
menjual produk yang sangat diferensiasi ( bukannya homogen ). Dalam artikel ini
kita tahu bagaimana persaingan yang tidak sehat itu. Serta yang dimaksud
monopoli persaingan monopolisti, serta dlam undang-undang juga dijelaskan
bagimana anti monopolistik itu dan bagaimana persaingan tidak sehat itu.
Dalam kasus
monopoli ada hal yang menguntungkan namun juga merugikan. Menguntungkan bagi si
perusahaan monopoli tersebut namun ruginya dapat kita lihat di konsumennya.
Jelas sekali merugikan kepntingan umum. Hal ini diharapkan perusahaan monopoli
bisa menetapkan harga yang wajar. Dalam artian tidak merugikan atau terlalu
membebankan harga tinggi kepada konsumen. Diharapkan pula perusahaan monopoli
dengan bijak menguasai pasanya. Sehingga meskipun berkuasa dalam suatu komoditi
tertentu perusahaan tetap memikirkan bagaimana kemampuan daya beli konsumennya.
Dalam Islam juga jelas dikatakan katakanlah harga yang sebenarnya dan biarkan
konsumen membayar berapapun namun tidak merugikan penjual. Dengan adanya
penguasa yang baik bisa saja kondisi sekitar tetap baik.
E. Pengertian monopoli
Monopoli murni
adalah bentuk organisasi pasar dimana terdapat perusahaan tunggal yang menjual
komoditi yang tidak mempunyai subtitusi sempurna. Perusahaan itu sekaligus
merupakan industri dan menghadapi kurva permintaan industri yang memiliki
kemiringan negatif untuk komoditi itu. “ Antitrust ” untuk pengertian yang
sepadan dengan istilah “ anti monopoli ” atau istilah “ dominasi ” yang dipakai
masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli”
disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “ kekuatan pasar
”.
Dalam praktek keempat
kata tersebut, yaitu istilah “ monopoli ”, “ antitrust ”, “ kekuatan pasar ”
dan istilah “ dominasi ” saling dipertukarkan pemakaiannya.
UU No. 5 Tahun
1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
mengatur kegiatan bisnis yang baik dalam arti tidak merugikan pelaku usaha
lain. Monopoli tidak dilarang dalam ekonomi pasar, sejauh dapat mematuhi “
rambu-rambu ” atau aturan hukum persaingan yang sehat. Globalisasi ekonomi
menyebabkan setiap negara di dunia harus “ rela ” membuka pasar domestik dari
masuknya produk barang/jasa negara asing dalam perdagangan dan pasar bebas.
Keadaan ini dapat mengancam ekonomi nasional dan pelanggaran usaha, apabila
para pelaku usaha melakukan perbuatan tidak terpuji.
Pengaturan hukum
persaingan usaha atau bisnis melalui UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ( LN 1999 No. 33, TLN No.
3817 ) diberlakukan secara efektif pada tanggal 5 Maret 2000 merubah kegiatan
bisnis dari praktik monopoli yang terselubung, diam-diam dan terbuka masa orde
baru menuju praktik bisnis yang sehat. Pemberlakuan UU No. 5 Tahun 1999 selama
ini perlu dilakukan kaji ulang, guna mengetahui implikasi penerapan kompetisi
yang “sehat” dan wajar di antara pengusaha atau pelaku usaha dalam sistem
ekonomi ( economic system ) terhadap demokrasi ekonomi yang
diamanatkan Pasal 33 UUD 1945. UU No. 5 Tahun 1999 merupakan salah satu
perangkat hukum untuk menunjang kegiatan bisnis yang sehat dalam upaya
menghadapi sistem ekonomi pasar bebas dengan bergulirnya era globalisasi dunia
dan demokrasi ekonomi yang diberlakukan di tanah air.
Selain itu,
undang-undang ini juga mengatur tentang larangan praktik monopoli dan
persaingan usaha yang dapat merugikan kegiatan ekonomi orang lain bahkan bagi
bangsa dan negara ini dalam globalisasi ekonomi. Keberadaan undang-undang anti
monopoli ini menjadi tolok ukur sejauh mana pemerintah mampu mengatur kegiatan
bisnis yang sehat dan pengusaha mampu bersaing secara wajar dengan para
pesaingnya.
F. Asas dan
tujuan antimonopoli dan persaingan usaha tidak sehat
Tujuan yang terkandung
di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, adalah sebagai berikut:
1.
Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi
ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat
2.
Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan
persaingan usaha yang sehat, sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan
berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku
usaha kecil.
3.
Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.
4.
Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan
usaha.
G. Kegiatan yang
dilarang
Kegiatan yang
dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2. Posisi dominan adalah
keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar
bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha
mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam
kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan,
serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa
tertentu.
Menurut pasal 33
ayat 2 ” Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti
air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh
dikuasai swasta sepenuhnya.
H. Perjanjian yang
dilarang antimonopoli dan persaingan usaha tidak sehat
·
Oligopoli: keadaan pasar dengan produsen dan pembeli
barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat
mempengaruhi harga pasar.
·
Penetapan harga: dalam rangka penetralisasi pasar,
pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain:
·
Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen
atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama
·
Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus
membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli
lain untuk barang dan atau jasa yang sama
·
Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga di bawah harga pasar
·
Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok
kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah
daripada harga yang telah dijanjikan.
·
Pembagian wilayah: Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah
pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
·
Pemboikotan: Pelaku usaha dilarang untuk membuat
perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha
lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri
maupun pasar luar negeri.
·
Kartel: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan
mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
·
Trust: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan
pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan
perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan
mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan
anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas
barang dan atau jasa.
·
Oligopsoni: Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha
menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau
jasa dalam suatu pasar komoditas.
·
Integrasi vertical: Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi
sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa
tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau
proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
·
Perjanjian tertutup: Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang
menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali
barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat
tertentu
·
Perjanjian dengan pihak luar negeri: Pelaku usaha
dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
I.
Hal-hal yang dikecualikan dalam UU antimonopoli
Di dalam Undang-Undang
Anti Monopoli Nomor 5 Tahun 1999, terdapat hal-hal yang dikecualikan, yaitu
pasal 50.
1.
Perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan
melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.
Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan
intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk
industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian
yang berkaitan dengan waralaba
3.
Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan
atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan.
4.
Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak
memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang
lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan;
5.
Perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan
atau perbaikan standar hidup masyarakat luas
6.
Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh
Pemerintah Republik Indonesia;
7.
Perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk
ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri
8.
Pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil
9.
Pegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan
untuk melayani anggotanya.
Pasal
51.
Monopoli dan atau
pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang dan
atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi
yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh
Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau
ditunjuk oleh Pemerintah.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha ( KPPU )
- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut.
- Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
- Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
- Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam pembuktian, KPPU
menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada
tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan
eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU
diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat
- Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
- Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
- Efisiensi alokasi sumber daya alam
- Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
- Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
- Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
- Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
- Menciptakan inovasi dalam perusahaan
J.
Sanksi
Pasal 36 UU Anti Monopoli,
salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan
menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang
menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti
Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal
47 Ayat ( 2 ) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan
menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai
sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana
tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal 48
- Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 ( dua puluh lima miliar rupiah ) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 ( seratus miliar rupiah ), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 ( enam ) bulan.
- Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 ( lima ) bulan.
- Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 ( satu miliar rupiah ) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah ) atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 ( tiga ) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk
ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa
- pencabutan izin usaha; atau
- larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
- Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran
tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau
penyidikan dalam konteks pidana.
Sumber: